Rabu, 06 Mei 2009

Perspektif Islam terhadap Novel Fiksi Fantasy


Media massa layaknya sebilah pisau yang mempunyai dua sisi. Pisau bisa kita gunakan untuk memotong buah-buahan hingga kita dapat dengan mudah memakannya, bisa juga kita gunakan untuk melukai orang. Demikian hal dengan media massa yang mempunyai sifat informative dan entertain atau menghibur, serta educate atau mendidik. Pesan yang disajikan di media massa tersebut bisa sangat bermanfaat, namun bisa juga sangat merusak. Kerusakan tatanan kehidupan masyarakat sebagai khalayak, dari pola pikir sampai tingkah laku dapat disebabkan oleh media massa, baik elektronik maupun cetak.
Media cetak saat ini bukan hanya koran, majalah, ataupun bulletin, yang tidak kalah maraknya adalah karya sastra salah satunya novel. Menurut Jakob Sumardjo, novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.
Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut sebagai karya sastra. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, dan memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel hiburan adalah novel yang syarat utamanya adalah bawa ia mesti menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya
Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya, bukan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka,yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Novel mempunyai dua fungsi, yakni fungsi sosial dan fungsi menghibur. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina manusia menjadi manusia yang unggul. Sedang novel hiburan tidak memperdulikan apakah cerita yang dihidangkan membina manusia atau tidak, yang penting adalah bahwa novel memikat dan orang mau cepat–cepat membacanya.
Novel hiburan ini merupakan bacaan ringan yang menghibur dan jauh lebih banyak ditulis dan diterbitkan serta lebih banyak dibaca orang. Sebagai pembaca untuk jenis novel hiburan ini jumlahnya sangat banyak karena sifatnya yang personal dan isinya bukan hanya kenyataan tapi juga gambaran fantasi pengarang.
Salah satu novel hiburan yang banyak beredar sekarang adalah novel fantasi. Beberapa novel fantasi seperti Harry Potter, The Magyk, Lord of The Ring, The Bartimaeus Trilogy, dan lain-lain semuanya meraih predikat bestseller dan diterjamahkan di berbagai bahasa. Novel-novel fantasi tersebut banyak digemari oleh pembaca dari semua golongan masyarakat mulai dari anak-anak sampai dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Tema mistik dan kekerasan sangat dominant pada novel-novel fantasi ini.
Menurut penelitian Rahma Sugiharti, lebih banyak anak yang membaca komik atau novel yang bergambar 64%, majalah 34%, ketimbang ilmu penegtahuan dengan prosentase 32% (Deddy Mulyana, 1999:139).
Apabila ditelaah lebih jauh, tidak ada manfaat dari novel fantasi tersebut selain hanya untuk menghibur, bahkan akan merusak dan mendangkankan logika serta aqidah. Padahal sejatinya sebuah karya tulis yang baik adalah yang dapat mendidik pembacanya, memberikan pencerahan pemikiran, dan memotivasi pembacanya untuk melakukan kebaikan.
Mengingat begitu maraknya novel fantasi di pasaran dan dampak negatif yang ditimbulkannya pun tidak sedikit, kita sebagai kalangan intektual muslim yang konsen di bidang dakwah harus mengkritisi fenomena ini. Karena tentunya, fenomena tersebut menjadi halangan dan rintangan bagi dakwah Islam. Semakin banyak masyarakat yang membaca novel-novel fantasi, semakin dangkal aqidahnya. Karena pemahaman umat tentang aqidah Islamiah salah satunya mengenai hal ghaib akan dipalingkan dengan pemahaman yang salah yang terdapat pada novel-novel fantasi tersebut.
Pendangkalan aqidah ini merupakan suatu bentuk ghozwul fikri yang dilakukan oleh kaum kafir. Ghowul fikri dapat diartikan sebagai usaha yang digunakan untuk merubah pemikiran dari Islami menjadi sebaliknya. Ghozwul fikri atau perang pemikiran yang dilakukan kaum kafir, baik yahudi atau nasrani bahkan orientalis menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia. Tidak hanya mengenai masalah-masalah ilmu pengetahuan, tapi juga seluruh dimensi kehidupan diawali dengan pemikiran itu sendiri. Terutama persepsi yang seringkali kita munculkan, seringkali kita dengar dari orang-orang, seperti mengenai hal ghaib yang digambarkan secara salah dalam novel-nonel fantasi, itu jelas merupakan bagian dari proses yang sedang digarap dalam proses ghozwul fikri
Ghozwul fikri dilakukan dengan menggunakan tujuh perangkap, yang sering disebut dengan istilah “7 F”, yaitu food, film, fashion of life style, free thinkers, faith, dan frictian. Khusus dalam hal faith (iman), Toto Tasmara dalam Abu Alghifari (2001:35) menyebutkan, bahwa kaum yahudi dan nasrani secara terbuka menolak terhadap dogma agama yang irasional (tidak masuk akal) diantaranya, alam kubur, alam akhirat, dan siksa neraka. Kebencian mereka tehhadap nabi Muhammad saw dan para juru dakwah menyebabkan mereka terus berusaha untuk menghapus kewibawaanya di mata anak-anak muda. Dicipatakanlah tokoh-tokoh tiruan yang hebat, kuat perkasa, ganteng, seksi, pintar, dan serba bisa. Tak henti sampai disana, untuk merusak lebih hebat lagi norma-noram agama, mereka ciptakan cerita-cerita fiktif (dongeng), aliran-aliran kepercayaan (sekte-sekte) yang umunya bertolak belakang dengan Islam.
Cerita-cerita fiktif atau dongeng yang merusak akidah terdapat di beberapa novel fantasi, salah satunya pada novel The Bartimaeus Trilogy #1 - Amulet Samarkand yang penuh dengan cerita mistik atau sihir, karya Jonathan Stroud.
Novel tersebut disprediksi akan menggantikan novel Harry Potter yang cukup fenomenal. Dunia sihir yang digambarkan dalam novel ini tidak kalah gelap dengan dunia sihir Harry Potter dan sarat dengan intrik sihir yang penuh darah, pemberontakan, dan pembunuhan. Selain itu, dalam alur cerita mistiknya terdapat humor-humor yang segar sehingga pembaca tidak bosan.
Cerita dalam the Bartimaues menggambarkan alam ghaib, seperti jin dengan gambaran yang menyimpang dari ajaran Islam. Sihir dan mantra-mantra serta takhayul ( mempercayai hal-hal yang tidak mungkin terjadi baik secara aqliyah maupun naqliyah) menjadi tema yang sangat dominan.
Padahal agama Islam mengajarkan bahwa pengetahuan yang dimiliki tentang hal ghaib adalah amat sedikit. Sebagaimana Allah menyebutkannya dalam al-Quran (17: 85) yang berbunyi:


Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu dapat diberi pengetahuan melainkan sedikit”.

Hal itu dilakukan agar umat Islam tidak bermain-main dengan informasi yang menyerempet keyakinan, yang lebih membahayakan adalah efeknya. Orang menjadi takut akan makhluk ghaib, bahkan lebih berbahaya lagi akan memujanya. Pemujaan terhadap makluk ghaib ini kita kenal dengan istilah syirik atau menyekutukan Allah dan orang yang melakukannya adalah musyrik. Syirik ini adalah salah dosa yang tidak dapat diampuni oleh Allah, seperti yang tertera dalam firman-Nya pada surat an- Nisa Ayat 48:




Sesungguhnya Allah tidak akan Mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain (syirik) itu, bagi siapa yang Dikehendaki-Nya. Barang siapa memperseketukan Allah, maka sungguh is berbuat dosa yang besar (an- Nisa: 48)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Apbla hnya skedar mmbcanya untuk mngisi wktu sela tnpa mmprcyai apa yg ada d dlm nvel fntasinya bgmna?